Dua Dosen PAI Terpilih Sebagai Pemateri Annual Conference for Muslim Scholars

Dua Dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Yudharta Pasuruan (UYP) terpilih sebagai Pemateri/Presenter dalam ajang bergengsi kontestasi Dosen Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam 2nd Annual Conference for Muslim Scholars (AnCoMS) Kopertais IV Surabaya yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 April 2018 di Amphitheater UIN Sunan Ampel Surabaya dan Hotel Mercure Surabaya. Dua Dosen tersebut adalah Dr. Ahmad Marzuki, S.PdI., M. Ag dan Amang Fathurrahman, M.PdI.
Kedua Dosen tersebut masuk dalam jajaran 100 Dosen Peneliti terpilih setelah melalui seleksi dari Panitia Kopertais Wilayah IV Surabaya. Sebagaimana sambutan Koordinator Kopertais IV Prof.Dr. H. Abd A’la, M.Ag yang sekaligus juga Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya pada saat pembukaan AnCoMS.
“jumlah peserta yang mendaftarkan papernya pada tahun kedua penyelenggaraan AnCoMS 2018 mengalami peningkatan yang signifikan dibanding tahun 2017. Total 318 yang telah mendaftar dan hanya 100 Dosen yang diterima”, katanya.
Turut hadir dalam acara pembukaan AnCoMS, para pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang berjumlah sekitar 172 orang, salah satu diantaranya Rektor UYP Dr. H. Saifullah, MHI. Mereka diundang secara khusus oleh Panitia. Kemudian dilanjutkan sesi seminar dengan tema “Strengthening The Moderate Vision Of Indonesian Islam”.
Dalam sesi Seminar, hadir Prof. Arskal Salim selaku Direktur Pendidikan Tinggi Islam (DIKTIS) sebagai Keynote Speaker. Ia menyatakan bahwa ada kalangan Islamisme yang ingin mengubah bentuk dan tatanan negara Indonesia yang sudah final menjadi negara yang berdasar khilafah. Sistem negara Indonesia saat ini dianggap gagal mensejahterakan rakyat. Terbukti dengan sindrom korupsi yang mewabah dimana-mana. Kemiskinan, kejahatan dan kebejatan moral terjadi di seluruh lini.
Kalangan Islamis ini bermetafora dalam bentuk kelompok Jihadis, Tahriri, Salafi dan Tarbawi. Mereka ini dalam melancarkan wacana islamisme tidak lagi memakai media panggung. Tetapi mereka telah memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memasarkan wacana Islamisme kepada kaum milenial. Kaum milenial adalah kaum yang mudah dipengaruhi. Mereka ini sangat welcome dengan nilai-nilai kemoderanan dan prinsip-prinsip yang berlaku di era zaman now. Bagi mereka apa yang sedang trend di media sosial itu adalah sebuah ideologi yang wajib diikuti.
Berangkat dari fenomena ini, Prof. Arskal sangat mendukung seminar ini sebagai kontra wacana yang diusung oleh kaum Islamis dan sekaligus sangat apresiasi dengan terbitnya buku yang ditulis oleh Dr. Nadirsyah, PhD yang berjudul: Islam Yes, Khilafah No. Ia pun merekomendasikan semua PTK untuk memiliki dan membaca buku yang ditulis oleh Gus Nadirsyah.
Sementara Prof. Dr. Mahfud MD, Guru Besar Ilmu Hukum UII Yogyakarta, menelaah Islam Moderat dalam kaca mata hukum. Ia mengatakan, Islam Moderat dalam perspektif hukum telah terejawantahkan dalam konsepsi negara Indonesia yang prismatik alias jalan tengah antara konsep negara agama dan negara sekuler. Ia memberikan istilah Indonesia dengan nama religious nation state, atau negara kebangsaan yang berketuhanan. Negara tidak memberlakukan hukum agama sebagai hukum positif tetapi melindungi melindungi para pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya. Hukum agama bukanlah hukum negara. Hukum agama tidak boleh memakai alat negara untuk melaksanakan hukum agama tersebut. Namun hukum agama akan menjadi hukum negara manakala telah disahkan oleh negara, melalui DPR. Mahfud MD menambahkan konsep negara prismatik merupakan produk eklektisasi dari berbagai nilai agama, budaya dan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Produk eklektisasi ini digodok dalam forum DPR/DPRD. Baru setelah itu produk hukum itu akan diputuskan dan disahkan.
Mahfud MD menawarkan jalan ketika ingin hukum agama menjadi hukum negara, maka hukum agama tersebut harus dirancang dahulu. Kemudian digodok dan diperdebatkan antar fraksi di DPR/DPRD setelah itu baru disepakati. Tentunya RUU melalui proses yang panjang dan berliku-liku yang tidak jarang melalui ajang kompromi dan voting.
Dalam forum seminar tersebut, Mahfud MD mengatakan bahwa Islam tidak pernah membuat sistem atas apa negara harus dibangun. Dari 57 negara-negara yang tergabung dalam OKI itu memiliki sistem pemerintahan yang sangat beragam dan tidak mono sistem. Ada yang monarkhi, republik, presidensil, parlementer, teokrasi dll. Mahfud MD pun menantang kepada para kelompok yang ingin mendirikan negera berdasarkan khilafah, atau kepada anggota seminar sekalipun untuk memberinya dalil naqli yang menjelaskan sistem negara menurut Islam. “Kalau ada, saya pasti akan ikut dan mengikuti sistem negara ala khilafah ini” imbuhnya.
Sementara Dr. Nadirsyah, PhD Dosen Islamic Law di Monas University Australia memulai diskusi seminar dengan sebuah pernyataan, bahwa makna moderasi saat ini sangat dinamis dan mengalami pergeseran sudut pandang dari masa ke masa. Dalam pandangan ulama Islam klasik, bahwa istilah Islam moderat itu sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah menghargai pendapat para ulama. Pada zaman itu perbedaan pendapat dalam kelompok madzhab sangat tajam, namun begitu tetap menghargai pendapat tersebut.
______________________________________
Ingin kuliah di Universitas Yudharta Pasuruan, klik sini….