Dr. Ahmad Marzuki, M.Ag : Rutinitas Polemik Selamat NATARU
Yudharta.ac.id-Seperti kaset lama diputar kembali dan tidak ada bosan-bosannya memunculkan perdebatan hukum selamat natal dan tahun baru di setiap bulan desember. Capek dech.., hehe
‘Tetangga sebelah’ sudah berfikir tentang revolusi industri 5.0, sudah berfikir bagaimana hidup di planet selain bumi untuk kebutuhan masa depan, sementara sebagian warga +62 ‘pentol korek’ masih sibuk dengan polemik ucapan selamat nataru yang tak berujung hehe. Buang2 energi bro..
Para ulama sudah selesai berijtihad tentang hal tersebut sejak dulu kala. Hasilnya, ada yang mengharamkan ada pula yang membolehkan (mubah) dengan dalil yang dapat dipertanggung jawabkan dari sumber otoritatif.
Problem utama sesungguhnya bukan tentang hukum haram/mubah mengucapkan selamat natal, tetapi pada kedewasaan umat menerima perbedaan pendapat, tanpa saling menyudutkan, apalagi mengkafirkan. Kalau pun dikafirkan, g masalah sich. Sahadad lagi, kan islam lagi.., gt aja kok repot hehe, begitu kata Gus Dur.
Pilih haram silahkan, pilih mubah silahkan. Islam itu indah nan mempesona. Umat Islam yang berkenan mengucapkan selamat natal, sesungguhnya berniat baik. Ingin menunjukkan bahwa ajaran Islam itu ramah dan rahmah dengan siapapun. Dan ini bagian dari upaya untuk mengikis Islam Phobia yang sedang merebak di berbagai negara.
Dengan perilaku terpuji kepada Saudara non muslim yang salah satunya dengan cara mengucapkan Selamat Natal kpd Saudara Kristen…, jauh lebih berdampak mengikis Islam Phobia, dibanding dengan ceramah agama yg isinya penuh kebencian dan kecurigaan.
Belajar dari M. Salah, pemain Liverpool beragama Islam yang taat beribadah. Setiap bulan Desember juga mengucapkan selamat natal. Dengan prestasi dlm bidang sepak bola dan selalu menyapa supporter dengan senyum, ternyata mampu menunjukkan kepada mereka bahwa Islam itu indah. Meskipun tanpa ceramah, M. Salah mampu menyita perhatian publik inggris yang mayoritas beragama Kristen (baca: https://m.liputan6.com/bola/read/3983607/mohamed-salah-buat-islamophobia-di-liverpool-menyusut)
Di beberapa momen suporter liverpool bernyanyi di Anfield. Dalam liriknya mereka akan ‘masuk Islam’ dan datang ke masjid-masjid jika Salah mencetak gol lagi.
Hemmm,, luar biasa kan.., saya ikut ‘madzhab’ M. Salah saja dech, insyaallah tidak salah. Hihi
Baik.., selanjutnya saya ingin berbagi hasil diskusi mahasiswa Universitas Yudharta Pasuruan prodi PAI Semester 3 matakuliah masa’ilul Fiqhiyah, dengan as’ilah; bagaimana hukum mengucapkan selamat natal kepada Saudara Kristen?? Kalaupun ada salahnya hasil diskusi tersebut, mohon dimaklumi y…, namanya jg mahasiswa, masih belajar. Dan belajar itu boleh salah, yang tidak boleh adalah berhenti belajar. Hihihi. Ok
Berikut hasil diskusi dengan Topik pembahasan hukum Mengucapkan Selamat Natal
Sebagaimana dijelaskan Husnul Haq dalam NU Online (Baca: https://islam.nu.or.id/post/read/100603/ragam-pendapat-ulama-soal-mengucapkan-selamat-natal) untuk menjawab hukumnya, perlu mengupas masalah tersebut dalam beberapa poin;
Pertama, tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal. Padahal, kondisi sosial saat nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam hidup mengharuskannya mengeluarkan fatwa tentang hukum ucapan tersebut, mengingat Nabi dan para Sahabat hidup berdampingan dengan orang Yahudi dan Nasrani (Kristiani).
Kedua, karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan hukumnya, maka masalah ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi.
Ketiga, dengan demikian, baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadits yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini. Karenanya, mereka berbeda pendapat.
1. Haram mengucapkan selamat natal
Sebagian ulama, meliputi Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranya: Firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Furqan ayat 72:
وَا لَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَ ۙ وَ اِذَا مَرُّوْا بِا للَّغْوِ مَرُّوْا كِرَا مًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya,” (QS. Al-Furqan 25: Ayat 72)
Pada ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan ciri orang yang akan mendapat martabat yang tinggi di surga, yaitu orang yang tidak memberikan kesaksian palsu. Sedangkan, seorang Muslim yang mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Kristiani tentang hari Natal. Akibatnya, dia tidak akan mendapat martabat yang tinggi di surga. Dengan demikian, mengucapkan selamat Natal hukumnya haram.
Di samping itu, mereka juga berpedoman pada hadits riwayat Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” (HR. Abu Daud, nomor 4031).
Orang Islam yang mengucapkan selamat Natal berarti menyerupai tradisi kaum Kristiani, maka ia dianggap bagian dari mereka. Dengan demikian, hukum ucapan dimaksud adalah haram. Dalil tersebut juga dijadikan dasar untuk mengharamkan ucapan selamat tahun baru masehi dengan argumentasi yang hampir sama.
2. Mubah/Boleh mengucapkan selamat natal
Sebagian ulama, meliputi Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan sebagainya membolehkan ucapan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya. Mereka berlandaskan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهٰٮكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَا تِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَا رِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْۤا اِلَيْهِمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”
(QS. Al-Mumtahanah 60: Ayat 8)
Pada ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada siapa saja yang tidak memeranginya dan tidak mengusirnya dari negerinya. Sedangkan, mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada orang non Muslim yang tidak memerangi dan mengusir, sehingga diperbolehkan (Mubah). Hal ini juga berlaku kaidah: الأمور بمقـاصدها
“Segala perkara tergantung pada tujuannya.”
Jika ucapan selamat natal diniatkan untuk menjaga persaudaraan demi perdamaian tanpa mengorbankan aqidah, maka hal tersebut termasuk berbuat baik.
Selain itu, mereka juga berpegangan kepada hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam riwayat Anas bin Malik:
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ: أَسْلِمْ. فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَسْلَمَ. فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: (الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ) ـ
“Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: “Masuk Islam-lah!” Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata:‘Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam).” Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar seraya bersabda: ”Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR Bukhari, No. 1356, 5657)
Menanggapi hadits tersebut, ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menjelaskan bolehnya menjadikan non-Muslim sebagai pembantu, dan menjenguknya jika ia sakit”. (A-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 3, halaman 586).
Pada hadits di atas, Nabi mencontohkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada non Muslim yang tidak menyakiti mereka. Mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada mereka, sehingga diperbolehkan (Mubah).
Dari pemaparan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang ucapan selamat Natal. Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan. Umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih pendapat yang benar menurut keyakinannya. Maka, perbedaan semacam ini tidak boleh menjadi konflik dan menimbulkan perpecahan.
Jika mengucapkan selamat Natal diperbolehkan, maka menjaga keberlangsungan hari raya Natal, sebagaimana sering dilakukan Banser, juga diperbolehkan. Dalilnya, sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menjamin keberlangsungan ibadah dan perayaan kaum Nasrani Iliya’ (Quds/Palestina):
هَذَا مَا أَعْطَى عَبْدُ اللهِ عُمَرُ أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ أَهْلَ إِيْلِيَاءَ مِنَ الْأَمَانِ: أَعْطَاهُمْ أَمَانًا لِأَنْفُسِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ وَكَنَائِسِهِمْ وَصَلْبَانِهِمْ وَسَائِرِ مِلَّتِهَا، لَا تُسْكَنُ كَنَائِسُهُمْ، وَلَا تُهْدَمُ.
“Ini merupakan pemberian hamba Allah, Umar, pemimpin kaum Mukminin kepada penduduk Iliya’ berupa jaminan keamanan: Beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka atas jiwa, harta, gereja, salib, dan juga agama-agama lain di sana. Gereja mereka tidak boleh diduduki dan tidak boleh dihancurkan.” (Lihat: Tarikh At-Thabary, Juz 3, halaman 609)
Wallahu a’lam bisshowab
Kecepek, Kaki Gunung Arjuna, 30 Desember 2019
Ditulis Oleh: Dr. Ahmad Marzuki, M.Ag Santri Ngalah yang mengemban amanah sebagai KPPs Pendidikan Agama Islam multikultural Universitas Yudharta Pasuruan