Peace Making Melalui Konektivitas Keluarga dan Sekolah

Oleh: Evi Sukarti Ningsih*
Sepanjang manusia hidup, mereka tidak akan pernah lepas dari konflik. Konflik selalu senantiasa menyertai kehidupan mereka baik dalam persoalan pribadi maupun social. Beberapa pekan terakhir, Indonesia sedang disambut oleh suatu wabah virus yang amat mematikan, virus covid-19 yang memalui penyebarannya sangat cepat, sehingga menimbulkan beberapa dampak kekhawatiran tersendiri, baik dari pemerintah, orang tua, maupun beberapa sekolah lembaga pendidikan. Sehingga pada akhirnya, pemerintah menganjurkan untuk stay at home, bagi siapapun yang tidak berkepentingan secara khusus , dan dianjurkan untuk tetap tinggal dirumah masing-masing. Beberapa lembaga pendidikan, secara paksa menutup lembaga untuk sementara waktu, guna mencegah virus covid-19 agar tidak terlalu menyebar dan membawa korban. Dampak dari stay at home tersebut, peserta didik pada akhirnya belajar dirumah, dan tetap di pantau oleh guru masing-masing.
Agar konflik yang terjadi tetap positif maka tetap dibutuhkan pendidikan. Disamping itu, dalam usaha menjaga perdamaian dan pengembangan masyarakat, bisa mengembangkan melalui fungsi lembaga pendidikan. Dengan demikian, agar pendidikan selalu relevan dengan perkembangan zaman dan berperan aktif dalam mewujudkan civil society dibutuhkan shifting education paradigms. Dari pendidikan yang bersifat pengembangan individu, diperlebar menjadi pengembangan sosial masyarakat. Dari lembaga pendidikan yang memproduksi intelektual, diperlebar menjadi lembaga yang aktif menjaga perdamaian (Zainal Abidin dan Muhammad Taufik Ismail: 187).
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih, yang mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik tidak selamanya negatif, konflik sebagai dinamika masyarakat bisa memperkuat solidaritas grup. Hal ini didasari dari tiga argumen. Pertama, konflik akan memperkuat beberapa sebab. Pertama pendidikan dan lembaganya tidak proaktif dengan lingkungan sekitar, karena terlalu banyak hal administrasi yang harus dikerjakan. Kedua, tidak ada kebijakan tegas tentang peran dan fungsi lembaga pendidikan terhadap lingkungan dan usaha menjaga kondusifitas lingkungan, sehingga lembaga pendidikan seperti menjadi masyarakat sendiri yang berbeda dengan masyarakat asli. Ketiga, tidak ada orientasi kurikulum pembelajaran yang mengarah menuju perwujudan peserta didik yang berperan aktif dalam menjaga perdamaian, guru, dan tenaga kependidikan, sebagai pihak terkait
Interaksi negatif tentang virus ini dapat mengakibatkan karakter yang timbul dikalangan peserta didik menjadi berbeda dengan tujuan sekolah yang semestinya (Aldridge & Ala’I, 2013). Interaksi negatif ini akan menjadi berbahaya jika dibiarkan. Hal tersebut dikarenakan nantinya dapat menciptakan suatu kebiasaan dikalangan peserta didik. Dimana kebiasaan yang tercipta merupakan interaksi yang dibangun adalah secara negatif sehingga anak-anak tidak dapat memandang secara positif terhadap suatu fenomena yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu pembangunan karakter serta pendidikan karakter menjadi suatu keharusan. Karena pada dasarnya pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas, juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun orang lain. Salah satu bentuk pengembangan kerakter adalah melalui pendidikan perdamaian untuk menciptakan budaya damai (Miklikowska, 2010).
Budaya damai dapat tercipta dengan tiga cara yaitu: (1) mengecilkan perilaku kekerasan, (2) mendukung tanggapan non-kekerasan terhadap konflik seperti diskusi, penghindaran, dan toleransi, (3) mendorong pengendalian diri dan menahan diri Kedamaian merupakan kondisi yang ideal bagi kehidupan manusia di dunia ini. Dengan menerapkan budaya damai peserta didik diharapkan mampu memiliki nilai toleransi yang tinggi terhadap orang lain sehingga bisa mengurangi jumlah interaksi negatif yang mungkin terjadi.
Pendidikan seharusnya, terjadi melalui interaksi insani dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian dilanjutkan ditempa dalam lingkungan sekolah, dan diperkaya dalam lingkungan masyarakat (Simon Fisher cet.al. 2001). Hasil pendidikan inilah yang digunakan dalam membangun kehidupan pribadi, agama, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya. Untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang paham akan pendidikan damai dari tingkat paling kecil sampai ke tingkat yang besar, negara misalnya, dalam diri setiap orang perlu dikembangkan sikap tenggangrasa dengan orang lain, saling pengertian, empati, kerjasama, dan respect terhadap orang lain (Chanroeun Pa, 2010; Sukendar, 2011). Perlu sekali disadari bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang plural dan multikultural. kondisi masyarakat seperti ini yang vital adalah pemahaman bahwa satu orang dengan yang lainnya berbeda dalam berbagai hal. Oleh karena itu memaksakan budaya seseorang kepada orang lain tidak dibenarkan.
Pendidikan perdamaian (Zamroni, 2008) adalah suatu bentuk pemberdayaan manusia dengan keterampilan, tingkah laku dan pengetahuan yang meliputi hal-hal sebagai berikut:a.Membangun, menegakkan dan memperbaiki hubungan di semua level interaksi manusiab.Mengembangkan pendekatan-pendekatan yang bersifat positif untuk menyelesaikan konflik, dimulai dari personal sampai internasionalc.Menciptakan lingkungan yang aman, baik secara fisik maupun emosinal, yang dibutuhkan semua individud.Membangun lingkungan yang aman secara berkelanjutan dan melindunginya dari adanya ekspoitasi dan perang.Pendidikan perdamaian didasarkan pada filosofi untuk mengajar tanpa kekerasan, penuh cinta, mengembangkan perasaan belas kasih, kepercayaan, kejujuran, keadilan, kerjasama dan penghormatan kepada seluruh umat manusia dan semua kehidupan di bumi ini.
Program pendidikan perdamaian yang disalurkan dengan resolusi konflik dan pemahaman multikultural termasuk suatu kegiatan yang didasarkan pada kemampuan individu dalam berpendapat. Mencoba memahami dan mengerti orang lain dan hal-hal yang mendasari pemikiran mereka akan bermanfaat sebagai alat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah, misalnya rasisme, diskriminasi atau mengganggu orang lain (Hakvoortdalam Zamroni, 2002:35).Untuk itu, salah satu tujuan utama lembaga pendidikan dasar seharusnya adalah membantu siswa mencapai pemikiran bahwa perdamaian adalah jalan kehidupan dan kultur universal yang memiliki kontribusi untuk mengembangkan fondasi kerjasama dengan masyarakat dan budaya yang berbeda. Dalam hal ini, pendidikan dasar seharusnya menjadi pusat di mana kultur perdamaian ditransfer pada anak-anak. Colman McCarthydalam Zamroni(2001:35) menunjukkan bahwa jika kita tidak mendidik anak kita dengan damai, suatu hari nanti orang lain akan mengajarkan perang pada mereka. Ia menggarisbawahi fungsi sekolah dalam pendidikan perdamaian
Karakteristik Pendidikan Perdamaian Menurut Harris dalam Zamroni(1996), pendidikan perdamaian adalah salah satu upaya pembelajaran yang bisa memberikan kontribusi dan mampu menciptakan warga negara yang lebih baik di dunia ini. Proses transformasi keduanya sama yaitu dengan cara menanamkan filosofi yang mendukung dan mengajar tanpa kekerasan, yang juga berarti menjaga lingkungan dan kehidupannya sendiri sebagai manusia. Pendidikan perdamaian memberikan alternatif dengan mengajarkan kepada siswa bagaimana kekerasan bisa terjadi dan menginformasikan pengetahuan kepada siswa tentang isu-isu kritis dari pendidikan perdamaian yaitu menjaga perdamaian (peacekeeping), menciptakan perdamaian (peacemaking), dan membangun perdamaian (peacebuilding).
Peran Keluarga dan Sekolahdalam Mengajarkan Perdamaian kepada Anak. Konektivitas antara keluarga dan sekolah merupakan faktor yang paling krusial peranannya pada individu di masa depan. Peranan keluarga dalam memberikan pemahaman yang utuh mengenai konsep, makna dan penerapan perdamaian sangat signifikan dan dapat menjadi latar atau pondasi sebuah keyakinan atas prinsip perdamaian di dalam hati anak-anak kita. Hal ini menjadi modal dasar sebuah tatanan nilai perilaku dalam skala kecil di tingkat paling bawah yaitu diri dan keluarga. Pendidikan individual dimulai dari keluarga dan dilanjutkan oleh sekolah dan lingkungan sosial. Proses untuk memperoleh pengetahuan yang penting, keterampilan dan perilaku yang baik diawali dari keluarga sampai pada pendidikan dasar dan dilanjutkan oleh media dan lingkungan sosial. Semua pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang diperoleh secara langsung akan mempengaruhi cara pandang terhadap kehidupan.
Dengan kata lain, keyakinan dan nilai-nilai yang diperoleh dalam setiap fase pembelajaran bukan hanya membentuk karakter seseorang tetapi berkontribusi untuk membentuk dunia yang lebih baik. Orang dewasa adalah role model bagi anak-anak. Anak mengidentifikasikan diri dengan lingkungan dan orang dewasa di sekitarnya. Mereka mengambil nilai tidak hanya yang disosialisasikan secara verbal tapi juga yang dicontohkan dalam perilaku keseharian. Anak belajar menghargai jika ia tumbuh dalam asuhan kasih sayang. Anak belajar melawan jika ia tumbuh dalam penindasan. Anak menjadikan kekerasan sebagai jalan keluar persoalan jika ia tumbuh dengan cara kekerasan. Anak tumbuh dalam asuhan manusia dewasa untuk ditumbuhkan kodrat manusiawinya. Jika kita ingin memutus rantai kekerasan yang ada dalam kehidupan kita, bukan dimulai denganmengajarkanapa itu kekerasanpada anak. Orang dewasalah yang harus belajar untuk tidak melakukan tindak kekerasan. Apalagi memanfaatkan anak secara struktural maupun biologis sebagai pihak yang lemah untuk sasaran tindakan kekerasan itu. Sebaliknya limpahan kasih sayang, perhatian dan perlindunganlah yang harus diberikan agar anak tumbuh dalam atmosfer yang penuh dengan cinta kasih dan perdamaian. Di masa depan mereka akan menginternalisasikan nilai-nilai luhur itu dalam kehidupan mereka, dan tentu saja mewariskannya pada generasi berikutnya. Makna anak sebagai investasi moral luhur seperti inilah yang seharusnya kita perjuangkan.
Peran Sekolah satu hal yang paling bermakna untuk memajukan masyarakat adalah dengan membentuk sistem pendidikan. Semua masyarakat memerlukan institusi pendidikan untuk mendidik generasi-generasi baru. Dalam pengertian ini, sekolah adalah sebuah institusi yang menyiapkan individu menghadapi kehidupan dan memungkinkan mereka untuk mengembangkan diri dan memperluas pemikirannya. Oleh karena itu, pendidikan dasar berperan penting bagi anak-anak dalam menanamkan nilai-nilai nasional dan universal yang berhubungan dengan masyarakat dan kehidupan (Sever dalam Zamroni, 2003:34). Sebagai individu yang dikelilingi oleh lingkungan dan media, pendidikan perdamaian di sekolahseharusnya didukung oleh berbagai institusi yang ada, yang bertanggung jawabterhadap pemeliharaan perdamaian. Dengan kata lain, sikap dan perilaku yang diperoleh di sekolah juga dianjurkan oleh pendidikan informal (dengan keluarga). Dengan demikian,hasil yang lebih baik akan bisa dicapai. Dari pengertian ini, memahami budaya damai yang diberikan pada pendidikan dasar selanjutnya akan menyebar semakin luas ke semua masyarakat.
Dengan demikian, nilai-nilai yang dimiliki oleh anak-anak tidak hanya menentukan ketika mereka beranjak dewasa, tetapi juga pada saat sekarang sebagai partisipan aktif. Kita perlu belajar untuk mendengar apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dibutuhkan anak-anak dalam rangka untuk memahami bagaimana mereka berkontribusi aktif pada kehidupan keseharian mereka. Dengan memahami kebutuhan, harapan dan pikiran anak-anak mengenai saat sekarang dan yang akan datang, kita akan mencapai pengetahuan yang mendalam bagaimana kontribusi anak-anak, dimana mereka memerlukan perlindungan dan bagaimana menyiapkan mereka denagn cara yang terbaik untuk menyambut masa depan mereka (Hakvoort dalam Zamroni, 200:44). Sekolah, khususnya pendidikan dasar tidak hanya mempengaruhi pengembangan karakter, tetapi juga memperluascara berpikir dengan cara menunjukkan nilai-nilai yang berbeda. Dalam prosesyang terjadi pada jenjangpendidikandasar ini, masing-masing individu memiliki kesempatan yang sama untuk belajar tentang kehidupan sosial dan lingkungannya, oleh karena itu masing-masing individu ini bisa mengembangkan prinsip-prinsip hidupnya. Dalam hal ini, pendidikan dasar bisa dipandang sebagai periode penting dan kritis. Dalam periode ini, individu diberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya dan mencapai keterampilan-keterampilan wajib. Pada periode ini pula individu berhadapan dengan banyak sekali faktor yang mempengaruhi lingkungan dan masyarakat, oleh karena itu mereka memulai untuk mencapainilai-nilai universal.
Tujuan dari pendidikan dasar adalah mendidik individu-individu yang sadar mengenai masalah sosial dan masalah universal dan pada orang yang memusatkan pengembangan diridan lingkungannya. Jadi, lewat pendidikan dasar individu juga memulai untuk memperoleh nilai-nilai yang berhubungan dengan perang dan damai, dan belajar tentang hasilnya. Pencapaian pendidikan perdamaian dalam fase ini akan berguna bagi kehidupan yang aman dan damai. Oleh karena itu, satu dari tujuan paling pokok dari pendidikan dasar seharusnya membekali generasi muda dengan sikap dan nilai yang berhubungan syarat perdamaian dunia. Sebagai praktek yang efisien dalam pendidikan dasar agar bermakna untuk masa depan dan masyarakat yang berkualitas baik, maka harus memunculkan individu yang bisa membedakan yang baik dan buruk, maka dalam sistem pendidikan yang efisien membuat individu berkontribusi untuk memperhatikan kemanusiaan (Topbadalam Zamroni, 2004:35). Lebih dari itu,pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan perdamaian seharusnya tidak dibatasi hanya pada ilmu sosial. Proses pendidikan dasar seharusnya juga berisi aktivitas yang menekankan pada pentingnya kebutuhan damai untuk kemanusiaan. Dalam hal ini, siswa tidak hanya memperoleh nilai-nilai bahwa perang dan kekerasan bisa merusak peradaban, tetapi mereka juga menerima pengetahuan tentang perbedaan kebudayaan dan bangsa, yang akhirnya menghasilkan pemahaman multikultural. Jika target umum dunia pada abad 21 adalah untuk memperoleh keuntungan dari perdamaian dan masyarakat yang makmur, pendidikan perdamaian seharusnya termasuk dalam program pendidikan dan demikian juga kemanusiaan secara keseluruhan seharusnya mencari berbagai solusi untuk perdamaian.
Dengan menggunakan pendekatan ini, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik dan memahami budaya damai secara lebih baik. Dalam pengertian ini, penghapusan perang sangat bergantung pada pendidikan. Dengan kata lain, mendidik orang yang bertujuan untuk menciptakan budaya damai merupakan hal yang sangat potensial. Meskipun begitu, pendidikan perdamaian tidak bisa dicapai hanya sebagai program di sekolah (Gwen dalam Zamroni, 2001:42). Jika semua manusia dan lembaga-lembaga yang ada memfokuskan perhatian secara bersama-sama pada pendidikan perdamaian, maka dunia yang damai akan bisa diciptakan. Upaya yang bisa dilakukan Keluarga dan Sekolah untuk Mengajarkan Perdamaian kepada Anak. Membiasakan Sikap Dan Perilaku Rukun Sesuai Usia Anak Kerukunan selalu menjadi cita-cita orang yang cinta akan perdamaian. Kerukunan akhirnya masalah kebiasaan. Kerukunan hanya akan terwujud bila orang peduli dan menaruh empati. Dengan demikian,orang tidak lagi didasari sikap egois, sikap ingin menang sendiri, sikap iri hati dan merendahkan yang lain. Untuk terciptanya suasana kerukunan tentu dibutuhkan suatu usaha untuk saling mengenal, baik antar pribadi maupun lembaga dan komunitas. Ada pepatah: “tak kenal maka tak sayang”. Pepatah ini kiranya menjadi kunci bagi kita dalam usaha saling mengenal dan memahami pihak lain. Banyak cara yang bisa dilakukan orang tua untuk membiasakan anaknya supaya mereka memiliki kepedulian dan empati serta membangun dan menciptakan kerukunan dalam hidup. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut: pertama, Membiasakan orang tua untuk berdiskusi dengan anak. Beberapa pertanyaan bisa diajukan, misalnya apa artinya berbaik hati dengan teman? Bagaimana perasaanmu ketika seorang teman berbaik hati kepadamu? Pikirkan saat seseorang menyakitimu. Apa yang terjadi dan bagaimana perasaanmu?. Kedua, ketika anak disakiti oleh temannya atau terlibat pertengkaran dengan teman-temannya, bantulah mereka mengenali bagaimana kata-kata dan perilaku mempengaruhi orang lain. Ajaklah mereka berdamai. Ajari anak duduk dan mendengarkan pendapat dari kedua belah pihak, setiap orang mengajukan usulan untuk berkompromi. Kemudian pilihlah salah satu usulan tersebut dan laksanakan. Proses terus berlanjut hingga anak merasa puas atau setidaknya merasa lebih baik. c.Ajaklahanak ke alam terbuka dengan melakukan perjalanan.
Tunjukkan beberapa binatang kecil yang ditemukan seperti semut dan diskusikan bagaimana binatang-binatang tersebut bersesuaian di dalam ekosistemd.Kunjungi panti jompo atau panti asuhan dan anak terlantar. Berikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksidengan penghuni rumah atau panti tersebut.Maka setiap orang tua harus membiasakan diri dengan sikap-sikap positif terhadap anaknya. Kebiasaan melakukan interaksi dengan orang sekitar bahkan dengan makhluklain (tumbuhan dan binatang) sekalipun akan semakin memupuk jiwa anak itu sendiri untuk peduli terhadap orang lain. Kepedulian dan empati akan memunculkan sikap yang membawa cintadan damai. Penerapan Prinsip Mengajar Penciptaan Perdamaian Guru sebagai fasilitator pembelajaran di sekolah memegang peranan yang krusial demi terwujudnya kehidupan yang rukun dan damai di kalangan siswa-siswinya. Berikut ini diuraikan cara menerapkan prinsip mengajar penciptaan perdamaian.
- Be creative Jadilah seseorang yang penuh dengan kreatifitas. Terima dan akomodasi talenta/bakat-bakat dari setiap siswa. Doronglah daya imaginasi mereka dan cobalah untuk selalu siap sedia dalam mengantisipasi segala respon ataupun pertanyaan, bahkan yang terburuksekalipun di ruang kelas. Pilihlah kegiatan-kegiatan yang mendorong daya pikir kreatif sekaligus praktek secara langsung di lapangan.
- Be intentional Bila melakukan sesuatu, lakukanlah dengan suatu maksud yang jelas, pikirkan dan renungkan sebelum melakukan dan selama dalam proses melakukan setiap bagian dari program pengajaran perdamaian ini. Tak lupa perhatikan hal-hal sekalipun itu nampak sepele, sebab hal-hal yang dianggap sepele pun dapat digunakan untuk mengajar siswa-siswi diruang kelas kita. Perhatikan juga tentang penggunaan bahasa dan setiap kata yang kita gunakan dalam proses pengajaran ini. Berbicaralah secara terbuka tentang konflik, sebab ini akan mendorong anak-anak kita untuk bertanya-tanya, untuk berbagi rasa takut mereka, untuk membantu mereka dengan ide-ide yang sulit untuk mereka cerna.Saat anak-anak kita tahu bahwa orang-orang dewasa terus berjuang demi melawan kekerasan dan konflik, mereka pun akan merasa lebih aman, dan juga akan memberikan pengharapan kepada mereka, bahwa masih ada manusia-manusia dewasa yang terus berjuang demi perdamaian dan kasih sayang di bumi ini.
- Use Symbols Gunakan simbol-simbol dengan tujuan yang jelas. Simbol-simbol membuat hal-hal yang abstrak menjadi jelas dan mudah untuk dimengerti. Sebab dengan simbol-simbol tersebut kita bisa meraba, melihat, mendengar, ataupun merasakan hal-hal yang tadinya abstrak.
- Balance structure and choiceSeimbangkan pilihan dan struktur. Mengajar Perdamaian tidaklah berarti bahwa para guru atau orang dewasa membiarkan anak-anak membuat seluruh keputusan sendiri. Mengajar perdamaian lebih berarti bahwa para pemimpin (guru dan orang dewasa) menyusun sebuah struktur dan lingkungan yang mampu memberikan ruang bagi anak-anak didik untuk memilih. Dengan kata lain para guru haruslah menyediakan alternatif-alternatif yang darinya anak-anak didik kita bisa memilih. Dengan memberikan pilihan diantara berbagai bentuk aktifitas dalam proses pengajaran, para guru telah menunjukkan kemampuannya tentang konsep penting lainnya yaitu: penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan diantara anak-anak didik.
- Enrich the environment Salah satu bentuk konkrit dalam usaha memperkaya lingkungan belajar ini adalah dengan jalan memberikan pilihan-pilihan. Sebagai tambahan, para guru bisa juga mencoba membuat ruang kelas lebih atraktif dan nyaman terhindar dari segala bentuk gangguan. Musik-musik lembut bertemakan perdamaian, dekorasiceriatapi elegan, serta tata letak ‘furniture’ pun turut mendukung suasana ‘damai’ dalam ruang kelas kita.
- Value individuality and differencesBerikan perhatian khusus dan apresiasi terhadap setiap perbedaan. Hargai perbedaan kultur (cultural diversity) dan setiap keunikan karakter/pribadi dari anak-anak didik kita. Belajarlah untuk lebih kreatif dalam menggunakan keberbedaan-keberbedaan yang ada seperti: umur, talenta/bakat khusus, suku bangsa, agama, juga belajarlah untuk memahami bagaimana cara hidup dan pikir dari orang lain.7. Teach cooperationSewaktu masih belia anak-anak didik kita hidup dalam dunia yang diwarnai oleh kerjasama dan kasih sayang. Tapi tak lama setelah itu, dimensi baru yang lebih diwarnai oleh kompetisi (bahkan tak jarang amat brutal!) membuat anak-anak didik kita lupa tentang semangat kerjasama, saling bantu-membantu. Semangat kerjasama ini haruslah diajarkan secara berkesinambungan. Jangan melakukan aktifitas-aktifitas yang mendorong adanya semangat kompetisi. Tapi gunakan bentuk-bentuk aktifitas dan permainan yang bersifat saling membantu.
- Be positive and empoweringGunakanlah kata-kata yang bersifatmembangun. Dorong anak-anak didik kita agar memiliki suatu visi yang bersifat kedepan. Bagikan visi anda sendiri kepada anak-anak didik kita. Milikilah keyakinan bahwa perdamaian itu mungkin direalisasikan. Ajar setiap anak didik kita apa yang dapat mereka lakukan sebagai individu guna membuat bumi ini semakin hari semakin damai sejahtera. Ceritakan cerita-cerita hidup para pecinta damai, berikanlah kepada anak-anak didik kita pahlawan-pahlawan dan ‘role model’ yang mencintai dan menghidupi kehidupan kedamaian.
*Penulis adalah Tenaga Pendidik yang sedang melanjutkan studi di Program Pascasarjana PAI Multikultural