Pendidikan Multikultural Untuk Perdamaian dan Keadilan

Oleh: Maulidatur Riza Fauzia*
Indonesia adalah negara besar dan dihuni oleh kurang lebih 238 juta jiwa penduduk dari beragam suku, budaya, dan kepercayaan. Dengan begitu, Indonesia merupakan negara yang multi etnik, multi agama, dan multi budaya. Dari beberapa multi tersebut, pada satu sisi bisa menjadi suatu kekuatan sosial dan suatu keberagaman yang indah apabila antara individu yang satu dengan yang lainnya saling bersinergi dan saling bekerja sama untuk membangun bangsa. Namun sebaliknya, multikultural ini bisa menjadi pemicu adanya konflik apabila tidak dikelola dengan baik sehingga berdampak pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan di Indonesia, konflik terkait multikulturalisme dan pluralisme merupakan tantangan yang tengah dihadapi oleh agama- agama, suku, adat, dan budaya mengingat semua hal tersebut muncul dari lingkungan yang plural. Berbagai gerakan, kelompok, dan golongan baru muncul dan sering menjadi sebab timbulnya beberapa konflik yang saling mengunggulkan kebenaran dan kepentingan kelompok masing-masing.
Tujuan pendidikan salah satunya yaitu tidak mengenal kelas sosial. (Depag RI. 2003). Karena pendidikan multikultural merupakan suatu sistem pendidikan yang berupaya untuk meredam adanya kesenjangan sosial dan kecemburuan sosial dengan cara mengenalkan serta mensosialisasikan salah satu orientasinya yakni kebersamaan. Yang mana pada orientasi kebersamaan ini setidaknya akan mampu untuk memahami bahwa begitu penting menghargai dan menciptakan kebersamaan
Dalam pendidikan multikultural, peserta didik dibantu untuk mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, nilai, dan agama yang berbeda sehingga mampu menumbuhkan sikap saling menghargai perbedaan, dan dapat hidup saling berdampingan antara individu yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, siswa diajak untuk menghargai dan menjunjung tinggi adanya perbedaan dan keanekaragaman. (Syafiq A. Mughni. 2003). Adapun tujuan adanya pendidikan multikultural (Hatimah, dkk. 2007) diantaranya yaitu, 1) Sebagai pembelajaran Perdamaian, 2) Sebagai pembelajaran Hak Asasi Manusia, dan 3) Sebagai Pembelajaran Demokrasi. Dalam buku berjudul Pengalaman Multikulturalisme di Berbagai Negara, dalam Al-Wasathiyyah, menyebutkan multikulturalisme dalam Islam dirujukan dalam tiga kategori, (A. Eby Hara. 2006) yaitu :

Dimuai dari dalil yang sudah ada dalam Al-Qur’an surat al-hujurat ayat 13, Allah menyebutnya bahwa kemajemukan adalah kehendakNya. Dan dalam ayat tersebut sudah jelas dikatakan bahwa Islam pada dasarnya menganggap semua manusia itu sama, tercipta dan dilahirkan dari sepasang laki-laki dan perempuan. Dan kelahiran ini sendiri mempunyai tujuan untuk saling mengenal dan memahami karakter setiap kelompok setelah manusia ini menjadi kelompok yang berbeda. Kemudian ada pada zaman Nabi Muhammad SAW yang dapat dirujuk langsung oleh sistem kenegaraan yang diterapkan Nabi Muhammad SAW dengan piagam Madinah. Selanjutnya kemajemukan umat islam bisa diliat dari praktek keberagamaan umat Islam. Mulai dari umat islam yang memiliki keanekaragaman madzhab dalam bidang fiqih dan tasawuf, sampai ditemukannya praktek pengelompokan sosial yaitu dinasti kekhalifahan yang pernah ada dalam sejarah Islam. Dari segi multikulturaisme ini, keadaan masyarakat yang beragam bukan hanya sekedar menjadi fakta dan cerita, namun lebih dari itu, multikulturalisme telah menjadi semangat, dan pendekatan dalam menjalani kehidupan dengan orang lain. Pada setiap rujukan diatas terkait pengertian multikulturalisme, semuanya mengerucut dan mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu perdamaian dan keadilan.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat akan perkembangan. Perbaikan pendidikan ini mengandung konsekuensi akan adanya penyempurnaan atau perbaikan kurikulum pendidikan agama Islam. Konsep yang banyak diwacanakan oleh banyak ahli adalah kurikulum pendidikan berbasis pluralisme yang perlu menanamkan proses pembelajaran yang menerapkan adanya kemajemukan atau perbedaan dalam kehidupan yang perlu dihargai dan dihormati. Dan pendidikan agama islam berperan serta dalam penanaman sikap multikultural.

Pertama, penjelasan yang lebih mendalam terkait Multikultural & toleransi. Disini dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada peserta didik untuk lebih mengenal bahwasannya multikultural itu tidak hanya ada pada konflik agama. Namun juga ada pada kehidupan sosial. Bahwa kondisi masyarakat yang majemuk baik dari segi budaya, agama, warna kulit, jenis rambut, bahasa berbicara. Semua itu berada dalam satu lingkup yaitu multikultural. Peserta didik perlu memahami bahwa untuk menghadapi sebuah perbedaan perlu adanya sikap toleransi, menerima, menghargai dan menghormati. Agar tidak terjadi diskriminasi dan konflik yang ada di lingkungan lembaga pendidikan.
Kedua, Pengaplikasian nilai pancasila. Kami rasa, pada poin ini tidak hanya harus diterapkan dilingkungan sekolah saja. Namun dimanapun tetap harus menjunjung nilai pancasila. Akan tetapi karena sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berperan andil dalam perkembangan pola berfikir anak, jadi di lingkungan sekolah juga bisa dijadikan sebagai contoh bagaimana penanaman nilai pancasila yang didalamnya sudah termuat beberapa hal yang berhubungan dengan toleransi, keadilan dan hak asasi manusia. Tidak hanya peserta didik yang harus menerapkan nilai-nilai pancasila, namun semua individu yang ada di dalam lingkup lembaga sekolah.
Ketiga, mengadakan seminar anti bullying. Pada poin ini dimaksudkan agar semua elemen dan semua individu yang ada di lingkungan sekolah mampu open eye dan menyadari bahwa pada hakikatnya semua manusia itu sama. Dan membiasakan individu di lingkungan sekolah berintraksi sosial dengan tidak mengagungkan perbedaan dan kelas sosial.
Keempat, Menanamkan Sikap Pluralisme bukan Fanatisme. Pada poin yang ini perlu adanya karena dengan upaya menanamkan sikap pluralis sejak dini mampu membangkitkan sifat saling menghargai antara satu dengan yang lain.
Kelima, Menanamkan Sikap Persamaan yang Universal. Gagasan dalam poin ini sekali lagi untuk memberitahukan, menyadarkan, atau mengingatkan kepada semua peserta didik atau pendidik bahwa semua manusia adalah sama. Yang kami maksud sama adalah, masing-masing dari kita mempunyai hak yang sama selama berstatus sebagai makhuk sosial.
Keenam, pembelajaran terkait gender. Pada gagasan yang terakhir ini, bertujuan memberikan informasi dan pengetahuan kepada pendidik atau peserta didik bahwa setiap gender berhak diperlakukan sama. Tanpa mengkotakkan dan tanpa memandang keragaman yang melekat pada individu.
Dari sekian review jurnal dan gagasan yang kami tulis, pendidikan Islam berbasis mulicultural harus diorientasikan untuk menanamkan empati, simpati, dan solidaritas terhadap sesama, menjadikannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perilaku peserta didik di kehidupan kesehariannya terutama terkait dengan kemajemukan kultur yang ada. Karena jika masih saja mengagungkan dan fanatis terhadap satu hal saja, yang akan terjadi hanyalah kecenderungan sosial.
*Penulis adalah Tenaga Pendidik yang sedang melanjutkan studi di Program Pascasarjana PAI Multikultural